SALISMA.COM (SC), JAKARTA – Tahun 1883, dunia mendadak gelap setelah Gunung Krakatau meletus. Dahsyatnya letusan itu hingga meruntuhkan dua pertiga bagian gunung dan melenyapkan sebagian besar pulau di sekelilingnya. Tidak berhenti sampai disitu, aktivitas seismik Krakatau terus berlangsung sepanjang tahun hingga 1884.
Hingga kini, letusan Krakatau merupakan bencana alam paling mematikan dan paling metusak dalam sejarah.
Krakatau menelan setidaknya 36 ribu jiwa akibat letusan dan tsunami. Dampak letusannya pun bisa dirasakan di seluruh dunia.
Kini, 133 tahun setelah Krakatau memuntahkan lava, Lampung tidak lantas melupakan kekuatan gunung tersebut. Setiap tahunnya, Lampung mengenang letusan Krakatau melalui sebuah festival. Tahun ini, Festival Krakatau dihelat selama lima hari, pada 24-28 Agustus 2016 lalu.
“Tidak hanya untuk mengenang letusan gunung, Festival Krakatau ini juga merupakan ajang promosi wisata dan budaya,” ujar Gubernur Lampung M Ridho Ficardo.
Ada banyak hal yang baru di Festival Krakatau kali ini, yakni kegiatan Jelajah Pasar Seni, Jelajah Layang-Layang, Jelajah Rasa, Jelajah Semarak Budaya, serta Jelajah Krakatau di Anak Gunung Krakatau, Lampung Selatan.
Adapun di kegiatan Jelajah Semarak Budaya, sebanyak 1500 peserta menggunakan topeng dan mendapatkan Rekor Muri. Pawai kendaraan hias diikuti oleh 15 Kabupaten/Kota dengan berbagai dekorasi yang melambangkan Lampung.
Selain itu ada penambahan jargon, ‘Lampung The Treasure of Sumatera’. Ridho menyebut itu sebagai upaya memajukan sektor pariwisata provinsinya.
“Krakatau membuat Lampung terkenal, tapi kami juga harus memperbaiki infrastruktur untuk menjamin kenyamanan wisatawan yang datang,” sebut Ridho.
Salah satu yang kini tengah dia gencarkan adalah pembangunan terminal pelabuhan kapal pesiar, juga ekoturisme. Pasalnya, Lampung punya banyak potensi wisata bahari, selain Krakatau yang menjadi daya tarik utama.
(CNN INDONESIA.com)