oleh

Rio Haryanto Bukan Pebalap Asia Terburuk di F1

SALISMA.COM (SC), JAKARTA – Jika kariernya bersama Manor Racing berakhir, Rio Haryanto secara statistik bukanlah pebalap asal Asia dengan prestasi terburuk dalam sejarah Formula One (F1). Namun, Rio merupakan pebalap Asia terburuk dalam F1 era modern.

Hingga paruh musim F1 2016, Rio sudah menjalani 12 seri. Posisi terbaik pebalap 23 tahun itu adalah finis posisi ke-15 di GP Monako, itu pun Rio berada di posisi buncit. Dari 12 seri yang sudah dijalaninya, Rio mengalami tiga kali gagal finis di GP Australia, GP Rusia, dan GP Inggris.

Torehan Rio bukan yang terburuk dalam sejarah untuk pebalap Asia. Taki Inoue contohnya. Pada musim 1995, pebalap asal Jepang itu gagal finis hingga sembilan kali dari 12 seri yang dilaluinya bersama tim Footwork Hart.

Pebalap asal Jepang lainnya, Ukyo Katayama, juga meraih catatan buruk pada musim debutnya di ajang F1 pada 1992. Memperkuat tim Central Park Venturi Larrousse, Katayama enam kali gagal finis dan dua kali lolos kualifikasi dari 12 seri awal.

Namun, Rio merupakan pebalap terburuk dari Asia jika melihat statistik di era modern atau satu dekade terakhir. Narain Karthikeyan yang merupakan pebalap India pertama yang tampil di F1, nyaris meraih podium setelah finis di posisi keempat pada GP Amerika Serikat 2005 bersama Jordan Grand Prix.

Kazuki Nakajima (Jepang) berhasil meraih poin di balapan keduanya bersama Williams pada 2008. Kamui Kobayashi (Jepang) juga langsung mendapat tiga poin di balapan keduanya bersama Toyota di GP Abu Dhabi musim 2009.

Untuk kawasan Asia Tenggara, prestasi Rio kalah mengilap dari Alex Yoong yang merupakan pebalap pertama Malaysia yang tampil di F1. Yoong berhasil finis di posisi ketujuh pada GP Australia 2002 yang merupakan balapan keempatnya bersama Minardi.

Di era modern torehan Rio mungkin sama buruknya dengan Karun Chandhok yang merupakan pebalap kedua asal India yang tampil di F1.

Pada musim 2010 ketika memperkuat Hispania, Chandhok hampir selalu finis di posisi terakhir dan tiga kali gagal finis. Tapi, ketika itu Chandhok hanya tampil di 10 seri, dua seri lebih sedikit daripada Rio.

 

(CNN INDONESIA.com)