oleh

Tiga Pembangkit PGE Salurkan Tambahan Setrum di Semester II

SALISMA.COM (SC), JAKARTA – PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) menargetkan hingga akhir 2016 bisa memasok listrik sampai 3.084 Giga Watt Hour (GWh), naik dibandingkan realisasi 2015 sebesar 3.056 GWh. Peningkatan produksi berasal dari pengoperasian tiga Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) baru sepanjang semester II 2016.

“Pada semester II, produksi listrik kami menjadi 1.619 GWh, tumbuh 10,5 persen dibanding semester I yang berasal dari tiga unit PLTP baru meski belum beroperasi penuh,” ujar Irfan Zainuddin, Direktur Utama PGE, Senin (1/8).

Sepanjang semester I 2016, PGE memproduksi listrik sebesar 1.465 GWh, yang berasal dari PLTP Kamojang, Lahendong dan Ulubelu. Produksi terbesar berasal dari Kamojang sebesar 861 GWh. Selain itu, dari PLTP Ulubelu diproduksi 411 GWh dan Lahendong 193 GWh.

Menurut Irfan, pada 15 Juli 2016, PLTP Ulubelu Unit 3 sudah mulai beroperasi komersial (commercial operation date/COD) dan mulai memproduksi dan memasok listrik di Lampung. Selain itu, Lahendong Unit 5 diharapkan juga sudah bisa dioperasikan pada September mendatang.

“Ulubelu dan Lahendong lebih cepat dari yang direncanakan. Ulubelu Unit 3 yang rencananya Agustus, bisa kita realisasikan Juli. Lahendong yang rencana semula Desember, kita kejar COD-nya pada September,” kata Irfan.

Selain PLTP Ulubelu Unit 3 berkapasitas 55 Megawatt (MW) dan Lahendong Unit 5 berkapasitas 20 MW, PGE menargetkan PLTP Karaha Unit 1 berkapasitas 30 MW beroperasi sesuai target pada Desember tahun ini.

Harga Listrik

Menurut Irfan, pelaksanaan pembangunan proyek PLTP tidak mengalami hambatan karena komitmen seluruh proyek sudah disepakati dengan pihak kontraktor dan pembiayaan PGE serta mendapat dukungan penuh dari induk usaha, Pertamina.

Namun, dia menambahkan, untuk harga jual beli listrik PLTP Ulubelu Unit 3 yang sudah beroperasi hingga saat ini belum diverifikasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Harga listrik dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) ditetapkan US$7,53 per KWh, kemudian menjadi US$8,4 per KWh dalam kesepakatan revisi harga (head of agreement/HoA).

“Harga dalam HoA belum diverifikasi. Minggu depan akan ada pertemuan dengan PLN untuk membahas protap, semoga lancar dan ditemukan solusi yang baik untuk kedua belah pihak,” ungkap Irfan.

Saat ini, harga existing uap dan listrik PLTP Kamojang dan Lahendong sudah melalui verifikasi BPKP sebagai proses internal PLN. Begitu pula proyek Lahendong Unit 5 dan Huluhais juga tinggal menunggu proses amendemen kontrak.

Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), menjelaskan hambatan terbesar dalam pengembangan pembangkit panas bumi adalah tarif pembelian listrik oleh PLN. Masalah tarif menjadi penting, karena pembangkit panas bumi tidak mungkin bersaing dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari batu bara.

“Apalagi, harga jual listrik dari panas bumi berada diatas biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN,” kata dia.

Menurut Abadi, langkah yang harus ditempuh pemerintah untuk mempercepat pembangunan PLTP adalah dengan melakukan debirokrasi perizinan dan kepastian pembelian listrik, serta perbaikan data permukaan.

(CNN INDONESIA.com)