JAKARTA, SALISMA.COM (SC) – Kementerian Perdagangan memastikan akan melakukan impor 121.119 ton daging sapi dan kerbau untuk memenuhi konsumsi di dalam negeri yang meningkat jelang Idul Fitri 2021.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra mengatakan peningkatan konsumsi tersebut terlihat dari proyeksi kebutuhan 3 bulan ke depan, yakni 52.156 ton (Maret), 59.979 ton (April) dan 76.769 ton (Mei).
“Kita berharap rencana importasi daging harus bisa masuk sesuai schedule,” ujarnya dalam forum dialog HIPMI bertajuk ‘Mahalnya Harga Daging Sapi dan Kerbau, Apa Solusinya?’, Senin (29/3).
Syailendra menjelaskan daging impor tersebutberasal dari Gabungan Pengusaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), importir sapi swasta serta penugasan pemerintah melalui Perum Bulog dan PT Berdikari (Persero).
Dia merinci impor daging pada Maret 2021 direncanakan sebesar 44.510 ton yang berasal dari Gapuspindo 4.984 ton, importir daging swasta 36.754 ton, dan Bulog 2.772 ton.
Kemudian, impor daging pada April direncanakan mencapai 40.396 ton yang berasal dari impor Gapuspindo 6.941 ton, importir swasta 13.881 ton, dan Bulog 20.204 ton.
Terakhir, pada Mei, impor daging direncanakan mencapai 36.513 ton yang berasal dari Gapuspindo 8.400 ton, importir daging swasta 11.659 ton, Bulog 14.668 ton, serta Berdikari 1.786 ton.
Menurut Syailendra, kebutuhan konsumsi daging jelang Idul Fitri sebenarnya bisa dipenuhi dari para peternak lokal. Ia memperkirakan jumlah sapi peternak lokal yang tersebar berbagai provinsi di Indonesia mencapai 14 juta ekor.
Dari jumlah tersebut, sekitar 4,5 juta di antaranya siap dipotong untuk memenuhi peningkatan konsumsi dalam negeri.
“Kalau seandainya kita sembelih 4 juta ternak kita, tentunya ini sudah sampai 700 ribu ton enggak perlu impor. Tapi persoalannya tidak semudah itu. Karena kita tahu persis basis peternakan rakyat, basis tradisional, karena itu dia lebih ke menyimpan dibandingkan komersialisasi,” ucapnya CNN Indonesia.com.
Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Peternakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pujo Setio menyebut bahwa pasokan sapi lokal Indonesia masih melimpah.
Masalahnya, harga jual sapi hidup siap potong di dalam negeri jauh dari yang diharapkan para peternak. Sapi-sapi tersebut, kata Pujo, dibesarkan dengan cara tradisional dan modal yang dikeluarkan peternakan cenderung lebih mahal.
“Sebenarnya, banyak sekali sapi yang ada di Indonesia. Persoalannya, di harga. Karena mereka wait and see juga. Kalau harga bagus mereka lepas kalau harga enggak bagus kita enggak lepas,” ucapnya.
Karena itu lah, menurutnya, ke depan tata niaga sapi dalam negeri harus dibenahi agar modal pembesaran sapi di tingkat peternakan bisa ditekan dan harga jualnya sesuai dengan yang diinginkan para peternak.
“Ke depan harus menuju arah komersialisasi tanpa meninggalkan budayanya. Ini lah yang kita sebut pola kemitraan dengan peternak. Sehingga kita bisa konversi (sapi lokal) terkait dengan suplai satu tahun karena itu ini perlu strategi jangka panjang,” tandasnya. (mil)