oleh

Impor Beras Diklaim Strategi Lawan Mafia

JAKARTA, SALISMA.COM (SC) – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membeberkan bahwa rencana pemerintah mengadakan impor beras sebanyak 1 juta ton merupakan strategi pemerintah agar tidak didikte oleh spekulan dan pedagang.

Selain mengintervensi jumlah stok pangan di pasar, ia menyebut tugas pemerintah lainnya adalah menciptakan stabilitas harga. Apabila stok mencukupi namun harga terus naik, ia menyebut pemerintah harus melakukan intervensi.

Menurut dia, importasi merupakan mekanisme pemerintah untuk mengintervensi pasar. Ia menyebut meski telah ditetapkan kuota impor 1 juta ton, tapi belum tentu akan dibuka keran impor sebanyak itu.

Bercermin pada keputusan 2018 silam, ia menyebut meski telah diputuskan Perum Bulog bakal mengimpor sebanyak 500 ribu ton, namun tidak ada importasi yang dilakukan. Karena, penyerapan petani yang tinggi tidak mengharuskan Bulog melakukan impor.

“Pokoknya saya ingatkan ini adalah mekanisme pemerintah, bukan berarti kami menyetujui suatu jumlah untuk impor serta merta itu diharuskan impor segitu. Tidak,” katanya pada press briefing yang dilansir dari CNN Indonesia, Senin (15/3).

Dia memastikan impor beras tidak akan menghancurkan harga beras petani seperti yang dikhawatirkan, mengingat pada panen raya akan segera berlangsung pada Maret-April mendatang.

“Saya sebagai Mendag mesti memastikan kita ini punya strategi, tidak boleh pemerintah ini didikte oleh pedagang, tidak boleh pemerintah dipojokkan oleh pedagang,” tambahnya.

Namun sayangnya, ia enggan membeberkan strategi yang dimaksudnya itu secara rinci. Ia berdalih hal itu merupakan ‘kartu’ pegangan pemerintah dalam menghadapi mafia pangan.

“Ini strategi saya, jumlah, waktu, dan harga itu ada di kantong saya, enggak boleh saya diceritain. Kalau saya ceritain semuanya bukan strategi namanya tapi pengumuman,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan mengimpor beras sebanyak 1 juta sampai 1,5 juta ton dalam waktu dekat. Hal ini dilakukan demi menjaga pasokan dan harga beras di dalam negeri.

“Salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta-1,5 juta ton,” ungkap Airlangga dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, Kamis (4/3).

Airlangga menjelaskan terdapat dua skema dalam menjaga pasokan beras di dalam negeri. Pertama, impor 500 ribu ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton sesuai dengan kebutuhan Perum Bulog.

Kedua, penyerapan gabah oleh Perum Bulog dengan target setara beras 900 ribu ton saat panen raya pada Maret sampai Mei 2021 dan 500 ribu ton pada Juni 2021-September 2021.

Langkah ini diambil terutama setelah program bantuan sosial (bansos) beras selama kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), antisipasi dampak banjir, dan pandemi covid-19.

Rencana itu menuai kritik sejumlah pihak. Salah satunya Ekonom Senior Faisal Basri. Ia optimistis produksi beras dalam negeri akan meningkat, sehingga tak butuh impor beras.

Setidaknya, ada dua alasan produksi beras akan meningkat. Pertama, di tengah pandemi covid-19, sektor pertanian masih bisa mencatatkan pertumbuhan positif. Bahkan, subsektor tanaman pangan tumbuh positif 3,54 persen, tertinggi dalam 5 tahun terakhir.

Kedua, BPS mengumumkan bahwa potensi produksi beras Januari-April tahun ini mencapai 14,54 juta ton, meningkat sebanyak 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Belum lagi, petani akan mengalami panen raya pada April-Mei mendatang. “Peningkatan produksi yang cukup tajam, khususnya pada April-Mei, sudah di depan mata,” imbuh dia.

“Masih ada waktu yang cukup pula untuk mengamankan peningkatan produksi sampai akhir tahun ini,” ujarnya dalam tulisan bertajuk Mau Impor Beras Besar-besaran Lagi: Pemburuan Rente Lagi, Rente Lagi di blogfaisalbasri.com. (mil)