JAKARTA, SALISMA.COM (SC) – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menyebut bahwa kurang lebih tiga tahun terakhir Komnas Anak fokus pada dampak penggunaan kemasan plastik di dalam rumah tangga.
Arist, mengatakan, selalu mengingatkan kepada para ibu agar lebih berhati-hati dalam memilih produk, baik makanan maupun minuman, dengan kemasan plastik seperti botol minuman, tempat makan, bahkan kemasan galon isi ulang.
“Persoalan plastik ini sebenarnya menjadi konsentrasi Komnas Perlindungan Anak sejak tiga tahun silam,” kata Arist seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat, 13 November 2020.
Menurut Arist dampaknya bukan hanya kesehatan,”Tapi juga menghambat pertumbuhan anak secara mental dan intelektual.”.
Merasa khawatir akan hal tersebut Arist pun sempat mengingatkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) untuk mengawasi produk yang dikemas dengan kemasan plastik.
Sebab, jelas Arist, bahan pembuat plastik polikarbonat ( kode no 7) adalah senyawa Bisphenol A yang lebih dikenal dengan sebutan BPA. “BPA inilah salah satunya yang mengandung racun yang berbahaya bagi anak-anak. Terutama pada kemasan galon air isi ulang,” kata Arist.
Dalam keterangan tersebut disebutkan bahwa yang banyak terdapat di pasaran diketahui merupakan kemasan galon isi ulang yang terbuat dari Polikarbonat yang mengandung BPA, dan Kemasan galon sekali pakai yang terbuat dari PET yang tidak mengandung BPA (BPA free).
Kendati sudah ada larangan penggunaan galon plastik yang mengandung BPA, kata Arist, tetap saja penggunaan galon plastik isi ulang masih tinggi. Ini yang patut diwaspadai.
Padahal, sudah ada jenis galon yang menggunakan PET yang relatif lebih aman untuk dikonsumsi dan aman bagi kesehatan.
Kandungan Galon Air yang Berbahaya
Komnas Perlindungan Anak, lanjut Arist, merekomendasikan menghentikan penggunaan kemasan mengandung BPA setelah mengetahui beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa BPA, baik dalam bentuk aktif maupun inaktif, mampu menembus plasenta.
Arist, mengatakan, di dalam penelitian tersebut disebutkan kalau BPA bebas yang telah menembus plasenta dan mencapai fetus, kebanyakan tetap berada dalam bentuk aktifnya.
Sedangkan bila senyawa yang menembus plasenta adalah bentuk inaktifnya, senyawa tersebut dapat diubah kembali menjadi BPA bentuk aktif.
Lebih lanjut penelitian tersebut menunjukkan bahwa fetus mempunyai kemungkinan tertinggi terpapar BPA melalui plasenta.
Di dalam rahim, paparan estrogen pada waktu yang tidak tepat dalam kadar yang melebihi atau kurang dari normal dapat menyebabkan efek merugikan terhadap perkembangan berbagai organ dan sistem, termasuk sistem reproduksi, perkembangan otak, kelenjar susu dan sistem imun.
Sehingga, bayi mempunyai kemungkinan untuk terpapar BPA dari pada kelompok umur lainnya.
“Jadi, Komnas Perlindungan Anak merekomendasikan untuk menghentikan penggunaan kemasan yang mengandung BPA. Dari temuan-temuan yang dilakukan inilah, yang harus diserukan Komnas Perlindungan Anak. BPOM juga tidak bisa berbuat banyak kalau masyarakat tidak diberi tahu,” katanya.
Hal senada disampaikan anggota DPR RI Komisis IX, Arzeti Bilbina Huzaimi S.E, dari Fraksi PKB. Menurut dia kemungkinan paparan zat kimia BPA tersebut bisa melalui botol-botol plastik yang dibawa anak-anak ke sekolah, juga dari air minum galon isi ulang yang ada di sekolah.
“Sebetulnya, ini kita harus aware. Pemerintah yang terlibat di dalam tupoksi untuk bicara mengenai bahan yang dipakai untuk penunjang. Apa yang ingin kita lakukan adalah proses menjadi lebih baik. Jadi, jangan sampai apa yang kita ingin lakukan membuat produk menjadi baik saja tapi jadikanlah produk itu menjadi sehat,” Arzeti menjelaskan.
Arzeti mengingatkan bahwa ancaman paparan lebih mengenai anak-anak sekolah yang setiap hari membawa botol plastik untuk kemudian diisi air di sekolah dari air galon isi ulang.
“Karena anak-anak sekolah butuh sekali minum, semua anak-anak diwajibkan menggunakan air (galon) isi ulang . Ada tempat pengisian air minum. Jadi, memang ini nih yang langsung harus ditarik, sehingga pemerintah langsung memberi ultimatum. Agar semua menjadi satu komando. Kepentingannya adalah untuk kesehatan anak-anak,” kata Arzeti.
Plastik Solusi Kehidupan Modern
Pakar plastik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Ir Akhmad Zainal Abidin MSc PhD, dalam kesempatan berbeda mengatakan bahwa plastik menjadi solusi kehidupan modern. Plastik telah membawa manfaat positif bagi peradaban.
Menurut Prof Akhmad m emproduksi plastik ternyata lebih hemat energi dibanding produksi paper bag atau kemasan berbahan dasar lain. Salah satu plastik yang aman adalah PET (polyethylene Terephthalate). Jenis plastik PET dapat ditemukan pada hampir semua botol plastik, kecuali pada air kemasan galon yang diisi ulang.
Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia, Hengkie Hendra Wibawa, dalam sebuah webinar ‘Tantangan dan Peluang Bisnis Daur Ulang Plastik di Indonesia pada masa Pandemi’ mengatakan bahwa kemasan itu harus mengandung informasi tentang produk yang dikemas, juga kandungan bahan dasar kemasan tersebut.
Jika mengandung bahan berbahaya, kata Hengkie, harus menyertakan kodenya juga.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, melalui akun Facebooknya memberikan sejumlah tips agar aman dalam memilih air minum kemasan galon yang tidak mengandung BPA. Dengan menghindari kemasan minum yang kode daur ulangnya adalah 3 atau 7. Terutama untuk botol minum anak-anak.
Sedangkan kemasan minum yang aman untuk digunakan, baik sekali pakai maupun berulang kali, adalah yang memiliki kode daur ulang bernomor 2 dan 4 yang terbuat dari polyethylene dan kode daur ulang 5 terbuat dari polypropylene atau pilih kode daur ulang nomor 1 yang terbuat dari PET. (mil)