oleh

Menghidupkan Kembali Alam Terkembang Menjadi Guru dalam Gerakan Pramuka

 

SALISMA.COM – Dalam salah satu bukunya, Baden Powell (BP) menyebutkan bahwa to get a hold on boys you must be their friend. Seorang Pembina Pramuka harus bisa menjadi teman bagi peserta didiknya.

Ia bisa ceria tertawa bersama, mendengar keluh kesahnya, berjalan bersama atau duduk bercengkrama. Nah, ucapan itu mudah diucapkan dan dibatinkan, Tetapi sukar diterapkan bagi orang dewasa.

Ada penghambat besar yang harus diterobos dengan tekad kuat. Jarak usia, selisih paradigma, beda pengalaman, dan tingkat yang tidak sama dengan adik-adik menjadi hambatan.

methamorposis buku scouting 4 boys

Hanya yang benar-benar melepas baju perbedaan itulah yang dapat menjalani sesuai imbauan BP. Anggap saja orang dewasa mampu melepas baju orang dewasanya, sehingga setara dengan peserta didiknya.

Namun, peserta didik lebih sukar menganggapnya. Karena tampak fisik yang berbeda dengan fisiknya, gerak yang melamban dari dirinya, dan kesantunan yang berbeda dari dirinya.

Itulah situasi yang disadari oleh BP sejak awal. Makanya, BP tidak mau menjelaskan isi buku Scouting for Boys (SfB). BP tidak ingin hubungan dengan peserta didik terjalin dalam bungkus pelajaran atau pelatihan.

BP ingin hubungan orang dewasa dengan peserta didik terjalin alamiah dalam situasi learning by doing.

methamorposis buku scouting 4 boys

Scouting is not science but its jolygame.
Kata BP, Kepramukaan bukanlah ilmu yang harus dipelajari di kelas-kelas dan diceramahkan oleh orang dewasa, tetapi permainan yang menyenangkan.

BP hanya ingin mempraktikkan buku SfB di sebuah pulau alamiah. BP melepas baju pensiunan jenderalnya. melupakan keningratannya, membenamkan ilmu kemiliteran. Lalu, ia sejajar dengan anak-anak dan bermain bersama dengan nuansa menyenangkan dan learning by doing.

Selang beberapa hari, dari uji buku itu, anak-anak mengabarkan pengalaman yang membahagiakan dirinya. Tersebarlah, kehebatan momen di Brownsea itu.

BP di tengah anak-anak

Saat ini, aktivitas nature dan learning by doing ala BP sudah jauh panggang dari api. Di tiap kwartir terbentang kursus, diklat, ceramah, atau gladian yang bersifat “Saya bisa, peserta belum bisa”.

Situasi itu bahkan merambah pada kegiatan perkemahan adik-adik yang isinya berkeliling duduk lalu mendengarkan ceramah. Lihatlah, jambore atau raimuna, berisi kegiatan pengguruan dari instansi atau panitia giat yang dianggap lebih paham.

Jadinya, potensi mengeluarkan gerak dan ide dari adik-adik tergantikan oleh keharusan menerima. Situasi yang berat sebelah alias dalam kondisi ketidakbersamaan.

Nah, ini perlu jurus jitu agar terjadi kebersamaan normal antara peserta didik dan orang dewasa. Alam terbuka dipakai sebagai wajan kegiatan, biar tidak terjadi deviasi.

edisi baru

Sudah 164 tahun silam, situasi kepramukaan mengalami deviasi atau pelebaran bidik sekian derajat. Inti kepramukaan beralih ke kelas dan halaman gedung. Hutan, danau, sungai, parit, dan semak dan seterusnya dibiarkan menua tanpa turut mengembangkan jiwa para pramuka.

Dampaknya, inti kebahagiaan memudar karena tidak terlewati alamiah. Rintangan alam yang menguatkan persaudaraan peserta didik, kurang terjadi. Alam yang mampu menggesek pengalaman adik-adik, tidak termanfaatkan.

pesan BP

Memang BP ada untuk membangun abad 20, sehingga melahirkan generasi baby boomer. Bisakah inti kepramukaan mendorong generasi abad 21 ini?
Selamat Hari BP 2021. ***(diolah dari bahan #kakyatno, Waka Binawasa Kwarnas)