JAKARTA – Pasal penghinaan masih jadi kontroversi. Bahkan enam organisasi advokat di Indonesia sepakat dan mendesak DPR untuk menghapus pasal penghinaan terhadap pengadilan dari draft RUU KUHP.
Hal ini dilakukan organisasi advokat karena menilai masih banyak permasalahan di pengadilan, sehingga hakim dan jajarannya perlu dikritik. Penolakan ini dilakukan secara resmi dalam bentuk melayangkan surat ke DPRRI.
Surat tersebut ditandatangani Ketua Umum DPN Peradi Luhut M.P Pangaribuan, Ketua Umum DPP Ikadin Roberto Hutagalung, Ketua Umum DPP Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) Yan Juanda Saputra.
Kemudian Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Muhammad Ismak, Dewan Penasehat DPP PERADIN, Frans Hendra Winarta dan juga Ketua KAI Tjoejoek Sanjaya.
“Kami meminta kepada Tim Perumus RKUHP untuk menghapuskan Pasal 281 dan Pasal 283 RKUHP dan meninjau ulang besaran ancaman pidana yang dikenakan dalam masing-masing pasal yang terkait delik penghinaan dalam proses peradilan,” kata perwakilan advokat dari Ikadin, Erwin Natosmal Oemar, dalam siaran persnya, Kamis (5/9/2019).
Menurut Erwin, secara sosiologis, pasca Reformasi, sistem peradilan Indonesia masih jauh dari kondisi yang ideal.
“Merujuk kepada data Rule of Law Index 2019 yang dipublikasikan oleh World Justice Project, peradilan Indonesia masih menunjukan performa yang tidak memuaskan,” katanya.***