oleh

Aksi Arogan Pemilik Airsoft Gun

SALISMA.COM, Jakarta – Maraknya peristiwa penembakan airsoft gun di jalan raya dinilai harus menjadi titik balik untuk memperketat perizinan kepemilikan senjata api. Namun tidak hanya itu, faktor psikis pemilik senjata api juga salah satu faktor penting.

Menurut pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel salah satu faktor yang bisa menyulut emosi seseorang ialah kemacetan yang sering terjadi di ibu kota. Tidak hanya kemacetan, tekanan hidup di perkotaan juga dapat menimbulkan amarah di balik kemudi.

“Secara empiris, kemacetan dan ritme hidup yang tinggi memang berpotensi menjadi sumber stres, begitu pula dengan pemunculan frustrasi. Ditambah adanya teori klasik yang mengatakan frustrasi disusul agresi. Dimana pemunculannya bisa berupa road rage (amarah di balik kemudi). Menyerang pengemudi lain dengan senjata api adalah salah satu bentuk road rage yang biasa diperagakan,” ujar Reza kepada detikcom, Rabu (5/8/2015).

Reza mengutarakan, pemilik suatu senjata api harus lah orang yang memiliki psikologi yang stabil. Dikarena jika senjata berada di tangan yang salah akan muncul masalah.

“Spesifik dalam kasus di Jagorawi, perlu dicari tahu kondisi psikis pelaku pada waktu biasanya dan kondisi psikis menjelang kejadian. Itu menjadi semakin penting karena adanya “efek senjata”. Lazimnya, perilaku jahat didahului motif atau niat. Tetapi begitu ada senjata di tangan, si pemegangnya tidak harus dimakan. Senjata itu sendiri sudah cukup mendorong pemegangnya untuk berperilaku impulsif, sehingga bisa sewaktu-waktu menggunakannya tanpa disertai motif yang kuat sebagaimana lazimnya,” ujar Reza.

Untuk itu, Reza berpendapat perizinan senjata api harus diperketat. Dan meminta pihak kepolisian dan pemerintah menambah kamera pengawas.

“Riset membuktikan bahwa edukasi atau kampanye anti-road rage tidak efektif. Jadi ya harus memperbanyak kamera pengawas, patroli petugas dan rambu peringatan,” tutup Reza.
(Detik)