oleh

‘Pebalap Motor Indonesia Lebih Banyak dari Spanyol’

SALISMA.COM (SC), JAKARTA – Indonesia sesungguhnya memiliki banyak pebalap bertalenta yang jumlahnya bahkan melebihi Spanyol. Demikian yang disampaikan Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI), Sadikin Aksa.

Saat ini beberapa pebalap papan atas MotoGP kebanyakan berasal dari Spanyol. Mereka di antaranya Jorge Lorenzo, Marc Marquez, dan Maverick Vinales.

“Sebenarnya di balapan motor, atlet Indonesia itu memiliki jumlah yang paling banyak. Lebih banyak dari Spanyol. Kalau mau dihitung, event balap motor di Indonesia itu lebih dari 1.000. Ada balapan klub, kejuaraan daerah, kejuaraan nasional,” kata Sadikin saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di Kantor PP IMI, SCBD, Selasa (9/11) sore.

Sayangnya, jumlah yang banyak tersebut berbanding terbalik dengan ketersediaan sirkuit di Indonesia. Hal ini menyebabkan kualitas pebalap motor di Indonesia kalah bersaing dengan pebalap Spanyol.

“Permasalahan terbesar atlet balap motor di Indonesia itu adalah di ketersediaan sirkuit. Indonesia memiliki ajang balap yang banyak, tapi 90% balapan itu adalah di jalan raya: menutup jalan suatu kota dengan pembatas.”

“Untuk memulai karier dalam balapan motor (di jalan raya) bagus. Tapi untuk naik ke jenjang berikutnya, tidak bisa seperti itu. Harus di sirkuit permanen, motor yang memadai,” katanya menambahkan.

Sadikin mengatakan balapan terbanyak di Indonesia adalah balapan motor bebek, sementara balapan motor bertangki depan atau motorsport jumlahnya masih sedikit.

Sedangkan sirkuit yang memadai dan bertaraf internasional satu-satunya di Indonesia adalah Sirkuit Internasional Sentul di Kabupaten Bogor.

“Jadi untuk membangun bibit-bibit dengan hanya satu sirkuit, tidak bisa maksimal. Karena di balapan itu, setiap sirkuit punya karakter yang berbeda-beda. Masak pebalap Indonesia kalau mau balapan belajarnya hanya di satu sirkuit?” ucap Sadikin.

Kendati begitu, Sadikin terus melakukan pembinaan motorsport di Indonesia. Sambil berharap suatu hari nanti ada pebalap Indonesia yang bisa tembus Moto2, Moto3, atau bahkan MotoGP.

“Tahun ini sudah banyak pebalap Indonesia manufaktur honda atau yamaha yang belajar di CEV & Asian Road Racing atau Valentino Rossi Academy. Perjalanan karier balap mereka ini sebetulnya sudah benar. Akan tetapi untuk mencapai yang lebih maksimal, paling tidak ada 10 pebalap Indonesia yang belajar seperti di ajang itu tiap tahunnya.”

“Dengan begitu mereka bisa masuk ke tingkat Asia ke CEV, Moto3, Moto2, dan MotoGP. Itu adalah jenjangnya. Menurut saya dalam empat tahun terakhir pebalap kita sudah banyak yang berkualitas,” ucapnya melanjutkan.

Agar dapat masuk MotoGP, ujar Sadikin, pebalap Indonesia harus beberapa kali finish lima besar dalam semusim ajang CEV. “Lalu top 5 di Moto3 selama beberapa tahun, lalu masuk Moto2. Persaingan terketat ada di Moto3 dan Moto2, kalau di MotoGP persaingannya sudah manufaktur,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sadikin menerangkan bahwa idealnya karier balap dimulai dari usia sedini mungkin.

“Idealnya dari umur 14 atau 15 tahun sudah masuk ke jenjang Asia Road Race atau CEV. Biarkan mereka matang 3-5 tahun di situ. Jadi pada umur 20 tahun sudah masuk Moto3, seperti yang terjadi juga di Spanyol.

“Pada saat Moto3, harusnya ketahanan tubuh, teknis, dan non teknis sudah siap. Dan juga pebalap kita perlu diajarkan bahasa internasional agar komunikasinya bagus, juga karakter yang baik. Dan paling tidak pebalap kita butuh support dari negara bahwa pebalap kita membawa nama besar Indonesia,” tutur Sadikin.

Saat ini Indonesia memiliki dua pebalap yang tampil di ajang CEV. Andi Gilang mengikuti Kejuaraan Dunia Junior FIM CEV Moto3, sedangkan Dimas Ekky di Kejuaraan Eropa FIM CEV Moto2.

“Tiga atau empat tahun lagi harusnya mereka sudah ada di Moto2. Untuk masuk ke MotoGP tidak gampang, kami harus realistis. Untuk masuk ke MotoGP pebalap harus punya skill dan uang. Paling tidak kami bisa bawa beberapa sponsor besar,” kata Sadikin.

 

(CNN INDONESIA.com)