SALISMA.COM (SC), JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, penyanderaan terhadap penyidik kasus kebakaran hutan dan lahan terjadi usai penyegelan lahan konsesi PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) di Rokan Hulu, Riau. Penyegelan dilakukan setelah penyidik menemukan lahan hutan yang terbakar.
Menurut Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani, para penyidik sebenarnya sudah merasa dibuntuti orang tak dikenal sejak memasang garis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan mengambil gambar lahan yang terbakar. Lahan itu berada dalam wilayah konsesi perusahaan.
“Pemasangan PPNS line dan papan penyegelan dilakukan sekitar pukul 14.00 WIB. Tim sudah merasa diamati karena beberapa kali, ada yang lewat menggunakan sepeda motor,” ujar Rasio di Jakarta, Selasa (6/9).
Rasio menuturkan, pada Jumat pekan lalu, tim penyidik bergerak menuju lokasi penyegalan menumpang ponton atau alat transportasi penyebrangan sungai. Setelah sampai di lokasi, mereka langsung menyisir dan menyegel lahan konsesi. Mereka juga mengambil gambar dan video sebagai bukti visual atas perambahan dan pembakaran hutan secara sengaja.
Sekitar pukul 15.00 WIB, tim berencana pulang. Sebelum sampai ke tempat ponton bersandar, mereka dihadang sekitar 50 pemuda. Gerombolan itu mendesak petugas turun dari mobil lalu menggiring mereka ke tempat lain.
Di sana, kata Rasio, petugas KLHK diminta mencopot PPNS line dan plang segel. Petugas juga dipaksa untuk menghapus video dan gambar yang mereka rekam.
Ketua tim penyidik karhutla yang tidak ingin disebutkan identitasnya mengatakan, ia dan koleganya mendapat ancaman dibunuh dan dibuang ke sungai. Itu adalah konsekuensi atas tidak dipenuhinya permintaan penyandera.
“Ada tiga keinginan dari mereka (penyandera). Copot papan segel, hapus data-data, dan datangkan menteri LHK jika mau bebas,” katanya.
Negoisasi pembebasan sandera lantas digelar. Rasio berkata, sekitar pukul 23.00 WIB, tujuh petugas dibebaskan dengan syarat kendaraan pengangkut beserta data-data ditahan dan dihapus.
Ketujuh pegawai KLHK berhasil dibebaskan dengan bantuan Polres dan Komandan Distrik Militer setempat.
Komunikasi
Rasio menuturkan, sebelum penyidik karhutla menyegel area konsesi APSL, mereka sempat berkomunikasi dengan pihak korporasi.
Penyegelan dilakukan karena penyidik menemukan fakta, sekitar 2000 hektare lahan APSL terbakar masih menimbulkan asap. Pembakaran itu diduga sengaja untuk membuat jalur bakar atau stacking.
Penyidik, kata Rasio, menduga mayoritas lahan sawit yang terbakar berada di area produksi. Artinya seluruh aktifitas di lokasi tersebut ilegal.
“Setelah menemukan fakta awal kami adakan rapat internal, diputuskan untuk melakukan penyidikan,” ucapnya.
KLHK menduga, korporasi tersebut berperan menggerakan massa untuk menghadang dan menyandera tim KLHK. Menurut Roy, kementeriannya baru kali ini menemukan modus penyanderaan dalam konteks Karhutla.
“Sudah ada bukti yang kuat dalam bentuk foto dan video, bahwa lahan konsesi tersebut sengaja dibakar. Kami sedang lakukan upaya penyidikan. Mereka tidak akan menyandera kami kalau tidak ada kaitannya,” ucap Roy.
Penyanderaan penyidik karhutla terjadi hampir bersamaan dengan munculnya foto yang menunjukkan kebersamaan sejumlah petinggi kepolisian Riau dan petinggi PT APSL.
Foto tersebut menuai polemik karena Polda Riau sebelumnya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan kepada 15 korporasi terduga pelaku karhutla, termasuk PT APSL.
Atas penyanderaan penyidik karhutla, Jaringan Kerja untuk Penyelamat Hutan Riau mendesak Kementerian KLHK untuk segera menetapkan korporasi dan direktur PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) sebagai tersangka.
“KLHK harus menetapkan PT APSL sebagai tersangka karhutla dan perambah kawasan hutan di Riau. Bukti sudah jelas,” ujar Wakil Koordinator Jikalahari Made Ali, Senin lalu.
(CNN INDONESIA.com)