SALISMA.COM, PEKANBARU – Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah X-B Riau segera bertolak ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI.
Pernyataan itu disampaikan Ketua APTISI Wilayah X-B Riau Prof Dr H Syafrinaldi SH MCL bersama Pengurus APTISI pada Selasa malam (20/9 2022) di Hotel Pangeran Pekanbaru.
Syafrinaldi tidak menjelaskan bentuk penyampaian aspirasi itu. Ia mengakui, adanya himbauan dari APTISI Pusat untuk menggelar aksi di Gedung DPR RI antara tanggal 27 sampai 29 September.
”Bisa bentuknya aksi bisa juga penyampaian aspirasi ke istana. Yang jelas, sejumlah Pengurus APTISI Riau akan bertolak minggu depan ke Jakarta,” kata Syafrinaldi didampingi Sekretaris APTISI Wil. X-B Riau Dr Ir Indra Hasan MT.
Dijelaskan, seiring dengan pembahasan RUU Sisdiknas, terjadi keresahan di kalangan pimpinan perguruan tinggi, anggota APTISI, terhadap RUU Sisdiknas dan Permendibudristek Nomor 48 tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Diploma dan Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri sebagai salah satu acuan Pendidikan Tinggi.
Syafrinaldi mengurai beberapa sikap APTISI yang mengundang keresahan internal PTS. Pertama, RUU Sisdiknas disiapkan dengan gegabah dan belum melibatkan pihak-pihak pemangku.
Kepentingan seperti APTISI yang keberadaannya sangat jelas di dunia pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kedua, lanjut Syafrinaldi, perlu dipertegas dalam RUU bahwa akreditasi diwajibkan bagi semua institusi perguruan tinggi, sedangkan akreditasi program studi bersifat sukarela. ”Kita ingin pelaksanaan akreditasi dibiayai oleh Anggaran Negara melalui APBN,” ujar Rektor Universitas Islam Riau itu.
Ketiga, tambah Syafrinaldi, terkait dengan norma pada Pasal 4 Permendikbudristek Nomor 48 tahun 2022. Di dalamnya dijabarkan bahwa terdapat tiga seleksi yang diperkenankan pada PTN dalam menerima mahasiswa. Yakni seleksi nasional berdasarkan prestasi, seleksi nasional berdasarkan tes dan seleksi secara mandiri oleh PTN.
”Hal ini menurut kami tidak sesuai dengan ratio penerimaan mahasiswa baru sehingga menciptakan ketidakadilan. Apalagi PTS, salah satunya, bergantung hidup dari mahasiswa. Kami berpendapat perlu ditinjau ulang demi terciptanya keadilan yang merata baik itu untuk PTN dan PTS. Jalur mandiri PTN lebih baik dihapuskan,” tandas Syafrinaldi.
Di luar norma Pasal 4, APTISI juga mempersoalkan norma Pasal 8 yang menyatakan bahwa seleksi secara mandiri oleh PTN dilakukan berdasarkan seleksi akademis dan dilarang dikaitkan dengan tujuan komersial. Menurut APTISI Riau, norma ini tidak mengatur sanksi bagi PTN bila melakukan pelanggaran.
”Frase pelarangan tersebut tidak memiliki dampak apapun kalau dilanggar oleh PTN,” tegas Guru Besar Hukum UIR itu. Di luar itu, APTISI Riau juga menolak adanya Lembaga Akreditasi Mandiri yang berbayar.
APTISI Riau juga mendesak APTISI Pusat agar melakukan gugatan Judicial Review terhadap Permendikbudristek Nomor 48 tahun 2022 ke Mahkamah Agung.
Dalam menyampaikan pernyataan sikap, selain sekretaris APTISI, Syafrinaldi juga didampingi Dr H Syafhendry MSi, Dr Haznil Zainal SE MM, Dr Admiral SH MH, Dr Firdaus AR SE MSi Ak CA, Dr Irfan Ardiansyah SH MH, Dr Adi Rahmat SE MM, Meidizon Dahlan SH MH, Yusril Sabri SH MH, Dr H Syafriadi SH MH dan Dr Harry Setiawan M.I.Kom. (rilis)