oleh

Sa’ad, Lelaki Pemegang Panji Rasululloh di Atas Busur dan Panah (Satu dari 2 Tulisan)

SALISMA.COM Malik Az Zuhri alias Abi Waqqashbin Uhaib bin Abdi Manaf bersama istrinya Hamnah binti bin Sufyan bin Abu Umayyah berbinar matanya, bersuka cita menyambut kelahiran Sa’ad kecil. Kebahagiaan itu kian bertambah ketika orang-orang berdatangan ingin melihat bayi tampan itu. Yang kemudin diberi nama Sa,ad bin Malik az Zuhri atau yang lebih terkenal dengan nama Sa,ad bin Abi Waqqash

Keluarga besar Sa,ad berasal dari Bani Zuhrah, dari Zuhrah bin Kilab, sebagai keluarga penjaga Kakbah. Sa’ad pun merupakan paman Rasululloh dari garis keturunan pihak Ibu, sebagaimana Aminah ibunda Rasululloh yang juga berasal dari bani Zuhrah. Meski dianggap sebagai anak bangsawan alias Sultan, Sa’ad justru tumbuh menjadi pemuda yang berbeda. Saat teman sebayanya memilih pernainan anak-anak, ia malah senang membuat perakatan perang.

Perbedaannya dalam kepribadian membawa pemuda ini masuk Islam justru saat usianya beranjak 17 tahun, hingga ia disebut as Saabiquuna al awwaluun, alias orang-orang yang pertama masuk Islam.Sekaligus 10 sahabat Rasululloh yang dijamin masuk syurga.

Meski dilahirkan di antara keluarga penyembah berhala, ia justru membencinya. Maka sebagai ‘pelampiasannya’ ia pun belajar memanah dan berkuda

Bermimpi Purnama dan Kasih Sayang Ibunda
Satu malam, kala ia lelah sebaga pengrajin busur dan panah, ia pun tertidur pulas di dipan rumahnya. Di dalam nyenyaknya itulah ia bermimpi bumi menjadi gelap gulita, tanpa cahaya setitik pun.

Di saat ia meraba-raba, secepat kilat muncul cahaya terang benderang dari langit, seakan pintu langit terbuka, ya…sebuah Bulan Purnama muncul. Di bawah siraman Purnama itulah ia melihat 3 sosok wajah yang dikenalnya, Abu Bakar Siddiq, Zait bin Haritsah, dan Ali bin Abi Thalib. Saat ia hendak menemui ketiganya, cahaya Purnama pun sirna, seperti juga tiga sosok sahabatnya.

Begitu suasana kembali gelap, ia pun bangun dengan tubuh mandi keringat dan nafas tersengal-sengal. “Mengapa Bumi menjadi gelap”, membatin Sa’ad.”Mengapa ada tiga sahabatku di sana”, kembali ia membatin yang membuat ia terus memikirkannya hingga pagi.

buku 64 sahabat
Esok harinya, umi Sa’ad sedikit mengomel pada anaknya yang kelihatan lelah. “Untuk apa bersusah payah menjual anak panah wahai anakku, sementara kebutuhanmu telah terpenuhi?”, kata uminya. Nmun melihat Sa’ad hanya tersenyum, karena jawabannya akan sama seperti hari-hari yang kemarin maka uminya kembali berkata,”Lakukanlah yang terbaik wahai anakku”, Sa’ad pun bergerak pergi sembari menciumi tangan uminya dengan penuh khusyuk.

Di bengkel kerjanya Sa’ad terus dihantui mimpinya, bahkan laksana momok baginya karena berlangsung tiga hari berturut-turut. Hingga datanglah Abubakar As Siddiq membawa kabar gembira, “Sesungguhynya telah datamg di antara kita, seorang Rasul utusan Alloh,”kata Abu Bakar lantang.

Sa’ad pun langsung bereaksi,”Siapa dia”, kata Sa’ad penuh selidik. Abu Bakar pun menjawab, “Muhammad bin Abullah, dia mengajak menyambah Alloh Yang Esa”, kata Abu Bakar lagi. Setengah tak percaya ia pun berujar”, Apa, Muhammad keponakanku?, tanya Sa’ad. Apalagi saat mendengar kalau Abu Bakar, Ali, dan Zait sudah berikrar Islam, iapun segera meminta Abu Bakar membawanya ke hadapan Muhammad SAW.

Setelah berikrar, bukan tidak mendapat tantangan, justru Ibundanya menjadi penentang pertama Sa’ad sebagai muslim. “Betapa beraninya dirimu meninggalkan agama nenek moyangmu, wahai anak kesayanganku”,kata umi Sa’ad setengah histeris. Mengingat Lata, Manat, dan Uzza menjadi berhala sesembahan keluarga selama ini. Apa jawaban Sa’ad?

“Jangan menangis Ummi, Aku masih tetap anak umi, sembari memeluk uminya, namun uminya masih panas, sembari mengancam.”Tinggalkan agama Muhammad, atau umi tidak akan makan minum sampai mati”, mendengar ancaman ibundanya, Sa’ad hanya berucap,”Baiklah mi, jika memang itu kehendah umi, apa boleh buat, aku tidak akan meninggalkan agama baruku,:kata Sa’ad membuat uminya terhenyak.

Sejak saat itu, Sa’ad pun keluar rumah, mengikuti dakwah Rasululloh bersama Arqam bin Abil Arqam. Sampai suatu saat keluarga mencari-cari Sa’ad karena sang ibunda terlihat kepaayahan karena aksi mogok makannya. Di saat genting itu Sa’ad pun menemui uminya hingga kembali menyuruhnya makan. Meski awalnya ibunda tetap kekeh tidak mau makan sebelum Sa’ad kembali ke agama nenek moyang mereka, namun akhirnya Alloh membuka hari umi Sa’ad, yang akhirnya ia pun mau makan.
Passion Pemanah Ulung dan Jaminan dari Rasululloh
Selain sosok anak yang mencintai keluarga, Sa’ad memiliki keistimewaan di antara sahabat-sahabat Rasululloh lainnya. Ia adalah seorang sahabat yang selalu didoakan Rasulloh. “Ya Alloh, tepatkah bibikan panah Sa’ad, dan kabulkanlah doanya”, kata Rasululloh saat di medan laga.

Maka jadilah Sa’ad sebagai orang pertama kali yang melepaskan anak panah di jalan Alloh, dan yang pertama juga terkana panah. Dalam perang Uhud, Sa’ad mendapat keutamaan sebagi satu-satunya orang yang dijamin Rasululloh dengan jaminan kedua orang tuanya, Sampai-sampai Ali bin Abi Thalib pun terkesima.
“Tak pernah aku mendengar Rasululloh, berucap seperti jaminan yang diberikan untuk Sa’ad”, katanya penuh rasa takjub.***ong (Disarikan dari buku 64 Sahabat Teladan Utama No. 6, Penerbit Sygma Creative Corp Bandung, 2018)