JAKARTA, SALISMA.COM (SC) – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan cadangan atau stok beras di Perum Bulog saat ini adalah yang terendah sepanjang sejarah. Sampai Maret ini, menurut Lutfi, stok beras di Perum Bulog tak mencapai 500.000 ton. Padahal, seharusnya di Perum Bulog itu tersedia stok antara 1-1,5 juta ton beras setiap tahunnya.
“Stok Bulog kurang dari 1 juta ton. Menurut Dirut Bulog ada beras impor 2018 yang sudah turun mutu. Menurut hitungan saya yang turun mutu dari 2018 itu kira-kira 270.000 ton jumlahnya. Jadi yang sudah dikatakan turun mutu itu 160.000 ton, jadi ada 120.000 ton lagi. Jadi stok akhir Bulog yang kira-kira 800.000 ton dikurangi dengan stok impor 2018 yang 300.000 jadi stok Bulog hanya, mungkin tidak mencapai 500.000 ton. Ini adalah salah satu kondisi stok terendah dalam sejarah Bulog,” ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual yang dikutip dari Detik.com, Jumat (19/3/2021).
Sampai saat ini pun, Bulog baru mampu menyerap sekitar 85.000 ton beras dari hasil panen raya. Padahal seharusnya, Bulog harus bisa menyetok 400.000-500.000 ton beras untuk mencapai standar stok ideal 1 juta ton tadi.
Hal inilah yang kemudian jadi pertimbangan Lutfi untuk menyerap beras impor yang belakangan heboh diperdebatkan publik.
Namun, data Lutfi tersebut berbeda dengan Perum Bulog.
Data Stok Beras Versi Bulog
Menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas, stok beras Bulog per 14 Maret sudah mencapai 883.585 ton yang terdiri dari beras Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 859.877 ton dan beras komersial sebanyak 23.708 ton.
Bulog juga masih memiliki stok beras impor dari 2018 lalu. Adapun dari total pengadaan sebanyak 1.785.450 ton beras, masih tersisa 275.811 ton beras belum tersalurkan. Dari jumlah tersebut, 106.642 ton di antaranya merupakan beras turun mutu. Buwas bahkan optimis Bulog dapat menyerap sebanyak 390.800 ton beras CBP dari masa panen raya ini.
Artinya, setelah panen raya, stok CBP Bulog pada akhir April, bisa di atas 1 juta ton beras dan jumlah itu sudah memenuhi CBP per tahun, sehingga tidak diperlukan lagi importasi beras.
“Prinsipnya kami mengutamakan produksi dalam negeri untuk CBP walaupun kami mendapatkan tugas impor 1 juta itu belum tentu kami laksanakan karena kami tetap prioritaskan produksi dalam negeri yang puncaknya Maret-April,” ujar Buwas dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (15/3/2021).
Buwas bahkan sedikit ragu stok beras itu bisa optimal tersalurkan ke masyarakat atau tidak. Sebab, proses penyerapan di hulu tidak disertai dengan program di hilir. Apalagi semenjak dihapusnya program Rastra, Buwas menilai Bulog menjadi kesulitan menyalurkan beras hasil serapan.
“CBP merupakan kepentingan pemerintah sementara program pengolahan CBP hanya aktif pada sisi hulu namun cenderung menurun pada sisi hilir. Ini yang menjadi permasalahan Bulog. Saat ini pengadaan beras CBP sepenuhnya dapat dipenuhi dari dalam negeri,” jelasnya.
Makanya, Buwas menilai mungkin tahun ini tidak butuh beras impor. Di sinilah, letak perbedaan data Buwas vs Lutfi. (mil)