SALISMA.COM (SC) – Kisruh Partai Demokrat hingga kini masih bergejolak. Dua nama pensiunan Jenderal TNI yang memiliki karier gemilang di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) muncul dalam pengambilalihan kekuasaan partai berlambang mobil Mercy itu.
Pertama adalah Jenderal (Purn) Moeldoko. Keterlibatan eks Panglima TNI itu dalam masalah ini bermula dari pertemuannya dengan sejumlah kader Partai Demokrat di sebuah hotel di Jakarta. Moeldoko diproyeksikan untuk memimpin partai bintang Mercy itu.
Tak lama, rencana untuk menggulingkan kepemimpinan Demokrat yang melibatkan orang di lingkaran kekuasaan Presiden Jokowi diungkap oleh Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Isu itu pun buru-buru ditepis oleh Moeldoko dengan dalih sekadar ngopi-ngopi bersama kader kontra AHY.
Kabar kudeta itu terus bergulir. Baik kader Demokrat dan kubu kontra AHY terus ribut melakukan perang urat syaraf di publik. Namun, rencana memuluskan Moeldoko untuk memimpin Demokrat tetap tak bisa dibendung.
Kini Kepala Staf Presiden itu telah di dapuk menjadi Ketua Umum Demokrat 2021-2025 versi Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3) lalu. Meski, KLB tersebut dianggap ilegal oleh DPP Demokrat karena melanggar AD/ART.
“Seluruh kader Demokrat dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote untuk sama-sama berjuang meraih kembali kejayaan Partai,” kata Moeldoko setelah dilantik di KLB Demokrat di Hotel The Hill Deli Serdang.
Gatot Diajak Kudeta Demokrat
Nama Gatot Nurmantyo juga ikut terseret dalam kasus pendongkelan kepemimpinan AHY tersebut. Beda dengan Moeldoko, Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu mengaku sempat diajak dalam kudeta AHY. Dengan berbagai pertimbangan dan teringat jasa SBY, Gatot menolak.
“Banyak yang bertanya kepada saya, ‘Pak, Bapak juga digadang-gadang menjadi’. Ya saya bilang, ‘siapa sih yang enggak mau. Partai dengan 8% kalau enggak salah kan, besar, kan dia mengangkat Presiden, segala macam kaya gitu’. Ada juga yang datang sama saya,” kata Gatot yang dilansir dari Merdeka.com.
Ketika ditawari mendongkel jabatan AHY, Gatot menyampaikan ke pihak-pikah menemuinya bahwa karier militernya hingga mendapat empat bintang tak lepas dari jasa SBY.
“Kalau begitu saya naik bintang tiga itu Presiden pasti tahu, kan gitu. Kemudian jabatan Pangkostrad, pasti Presiden tahu. Apalagi Presidennya tentara waktu itu Pak SBY ya kan. Tidak sembarangan gitu. Bahkan saya Pangkostrad dipanggil oleh SBY ke Istana ‘Kamu akan saya jadikan Kepala Staf Angkatan Darat’,” kenang Gatot.
Mantan Panglima TNI era Presiden Joko Widodo ini mengaku diajak dua kali untuk menggulingkan AHY. Ajakan itu kembali disampaikan ke Gatot setelah AHY melakukan konferensi pers terkait kabar akan ada kudeta.
“Jadi begitu AHY menyampaikan tentang akan ada kudeta, itu besoknya datang ke saya. Itu yang kedua, yang pertama sebelumnya,” katanya dalam seisi wawancara di TV One, dikutip pada Selasa (9/3).
Menurutnya, orang Demokrat yang mengajaknya bukanlah salah satu dari tujuh kader yang telah dipecat oleh AHY. Gatot mengungkapkan, kader tersebut juga sudah lama tak aktif di partai Demokrat.
“Ini orang sangat berpengaruh tapi saya tidak bisa sebutkan namanya. Dia tidak dipecat, tapi dia tidak aktif di Demokrat sekarang ini,” ujarnya.
Gatot memastikan orang yang mengajaknya untuk mengkudeta AHY hadir dalam KLB pada Jumat lalu, 5 Maret 2021 di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Secara pribadi Gatot mengaku berminat menakhodai partai berlambang Bintang Mercy itu. Namun jika harus melengserkan AHY, anak dari orang yang dihormatinya maka dirinya merasa enggan.
“Ya kalau pemilihan-pemilihan biasa saja, kemudian saya ditawari secara normal tidak menurunkan AHY ya tidak masalah. Saya bilang kalau itu adalah petunjuk langsung dari SBY dalam kondisi emergency saya siap,” pungkasnya.
Dalam persoalan ini, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa menyesal dan meminta maaf pernah memberikan jabatan kepada Moeldoko sebagai Panglima TNI ketika menjadi Presiden RI.
Hal itu setelah SBY melihat Kepala Staf Kepresidenan itu kini mengkudeta kepemimpinan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB).
SBY menilai, Moeldoko melakukan perebutan kepemimpinan yang tidak terpuji dan jauh dari sikap kesatria. “Sebuah perebutan kepemimpinan yang tidak terpuji dan jauh sikap ksatria dan nilai moral,” ujar SBY dalam konferensi pers, Jumat (5/3).
Menurut SBY, Moeldoko juga membuat malu kepada perwira dan prajurit yang pernah bertugas di TNI. “Hanya mendatangkan malu bagi perwira dan prajurit yang pernah bertugas di jajaran TNI,” ucapnya.
SBY merasa malu dan bersalah pernah memberikan jabatan kepada Moeldoko sebagai Panglima TNI ketika menjabat Presiden RI dulu. Ia pun memohon ampun kepada Tuhan.
“Termasuk rasa malu dan rasa bersalah saya yang dulu beberapa kali memberikan kepercayaan dan jabatan kepadanya. Saya mohon ampun kehadirat Allah SWT tuhan yang maha kuasa atas kesalahan saya itu,” pungkasnya. (mil)