oleh

KPU: Perhatikan Beban KPPS

JAKARTA, SALISMA.COM (SC) – Pelaksana tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menegaskan, pihaknya tetap siap melaksanakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Meski begitu, ia meminta agar pemerintah dan DPR memperhatikan betul beban dari kelompok petugas pemungutan suara (KPPS).

“Beban KPPS ini perlu diperhatikan. Untuk mengurangi beban kerja KPPS, perlu dipisahkan (hari pemungutan suara) antara Pilpres, DPR, dan DPRD dengan pilkada (pemilihan kepala daerah), pemilihan DPRD provinsi, dan pemilihan DPRD kabupaten/kota,” ujar Ilham dalam sebuah diskusi daring seperti dilansir dari Republika.co.id, Jumat (12/2).

Menurut dia, Pemilu 2019 memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, angka partisipasi pemilih meningkat lebih dari 80 persen. Namun, terjadi hoaks secara masif. Pemilih juga lebih fokus kepada pemilihan presiden, ketimbang pemilihan legislatif. “Lalu banyaknya penyelenggara, yakni KPPS yang meninggal dunia dan sakit,” katanya.

Pemisahan hari pemungutan suara dinilainya dapat mengurangi sedikit beban KPPS. Para pemilih juga dimudahkan dalam menentukan pilihan sesuai dengan jenis pemilihannya. “Serta isu-isu yang sifatnya nasional tidak menggabungkan isu-isu lokal, seperti kualitas calon anggota DPRD atau kepala daerah yang tidak terekspose,” ujar Ilham.

Selain itu, perlu ada pengaturan yang lebih tegas terkait tugas antara KPU, Bawaslu, dan DKPP agar meminimalisasi adanya tumpang-tindih kewenangan antara tiga lembaga tersebut.

KPU, kata dia, saat ini tengah mengevaluasi uji coba penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) pada Pilkada 2020. Sistem tersebut diproyeksikan penggunaannya pada Pemilu 2024.

“KPU mendirong agar ada payung hukum yang kuat yang mengatur penggunaan teknologi Sirekap dalam UU Pemilu yang baru nanti,” kata dia.

Ia menegaskan, KPU akan tetap mengikuti UU Pemilu jika DPR menghentikan proses pembahasan revisinya. “Karena melihat perkembangan di media bahwa undang-undang ini tidak akan direvisi,” ujarnya.

Komisi II DPR sepakat tidak melanjutkan pembahasan revisi UU Pemilu. Mereka beralasan ada dinamika yang berkembang di balik rencana tersebut dan situasi pandemi Covid-19 yang membutuhkan fokus dari semua pihak.

“Kami sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan ini dan mekanisme selanjutnya akan kami serahkan kepada mekanisme di DPR. Apakah tadi pertanyaannya mau di-drop atau tidak itu kewenangan instansi lain,” ujar Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Rabu (10/2).

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyayangkan tidak dilanjutkannya pembahasan revisi UU Pemilu.

Padahal, pembahasan tetap dapat dilakukan sambil mencari titik temu antara pemerintah, DPR, dan elemen masyarakat.

“Misalnya karena persoalan sistem sulit untuk dicapai kesepahaman, maka pembahasan bisa berkonsentrasi (dulu) pada pengaturan penataan kelembagaan penyelenggara pemilu, perbaikan manajemen pemilu, dan penguatan desain penegakan hukum pemilu,” ujar Titi dalam diskusi yang sama.

Pembahasan juga bisa dibatasi. Salah satunya, mengeluarkan materi terkait pilkada dan penataan jadwal dilakukan melalui revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada. Ia menilai, revisi UU pemilu penting agar ada pengaturan yang berorientasi pada pascapemilihan 2024.

“Sangat diperlukan iktikad baik dan bukan sekadar untuk mengamankan kepentingan dan eksistensi pragmatis,” kata dia.

Ia mendorong agar pembahasan revisi UU Pemilu ke depan lebih komprehensif dan berfokus pada penataan sistem pemilihan yang lebih baik. Aturannya juga nantinya dapat diimplementasikan dalam jangka panjang.

Sementara, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Irwan menuding ada kepentingan Presiden Joko Widodo di balik keputusannya tidak melanjutkan pembahasan revisi UU Pemilu. Kepentingan tersebut ialah mempersiapkan putranya, Gibran, untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta.

Spekulasi itu, kata dia, mencuat bukan tanpa sebab. Alasannya, dari gelagat partai politik di Koalisi Indonesia Maju yang kini serempak mengikut langkah Jokowi untuk tidak melanjutkan pembahasan revisi UU Pemilu.

“Mungkinkah keputusan ini dilatari oleh kemungkinan Presiden Jokowi mempersiapkan keberangkatan Gibran dari Solo ke Jakarta? Karena dirasa terlalu cepat jika Gibran berangkat ke Jakarta tahun 2022,” ujar Irwan, Jumat (12/2). (mil)