KABUPATEN BANDUNG, SALISMA.COM (SC) – Sejumlah warga mengeluhkan lambatnya penanganan pasien positif COVID-19 di Kabupaten Bandung. Keluhan tersebut disampaikan para pasien yang menjalani isolasi mandiri di rumahnya.
Dikutip dari Detik.com, Salah satunya dialami Septi Sintia, warga Kampung Jati 1, Desa Nanjung, RT 10 RW 11, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung. Sejak Selasa (2/2) lalu, ia dinyatakan positif COVID-19. Dan hingga kini belum mendapatkan penanganan oleh pihak desa maupun puskesmas setempat.
“Belum ada. Gimana coba penganannya, sampai sekarang saya juga enggak tahu ditanganinnya kayak gimana,” keluh Septi saat dihubungi detikcom melalui sambungan telepon, Sabtu (6/2/2021).
Ia mengeluhkan, tidak ada penanganan yang sigap dilakukan pemerintah setempat untuk membantu dirinya melewati masa isolasi. Karena positif, ayah, ibu, adik, anaknya yang masih balita dan suami Santi pun tidak dapat beraktivitas di luar rumah.
Awalnya, ia didiagnosa mengalami sakit lambung kronis dan tifus. Saat akan dirawat ke rumah sakit, ia harus melewati tes rapid dan hasilnya reaktif.
Kemudian ia pun mencoba untuk melakukan tes swab di Kimia Farma Soreang. Dua hari kemudian, ia dinyatakan positif COVID-19.
“Sejak Selasa saya positif COVID-19. Dari sana saya mulai panik, mana saya juga sakit parah enggak bisa apa-apa,” keluh Septi dengan tersedu-sedu.
Septi menuturkan, pihak desa sempat ada yang menanyakan hasil swab Septi kepada orang tuanya. Petugas desa tersebut menitipkan nomornya yang dapat dihubungi.
Namun, ketika ia membutuhkan bantuan untuk pergi ke RS Al-Ihsan, salah satu rumah sakit rujukan COVID-19, ia justru dibolapingpongkan.
“Katanya harus ada rujukan, tapi setelah bilang orang kantor, katanya enggak usah pake rujukan segala. Saya kasih tahu begitu, orang desanya malah bilang lagi sibuk,” tuturnya.
“Posisi saya sudah enggak kuat. Dengan kondisi kaya gini, udah mah obat mau habis sehari lagi,” ucapnya.
Hari demi hari dilewati tanpa ada kepastian. Ia memaksakan diri untuk pergi ke RSUD Al-Ihsan Baleendah menggunakan taksi online. Ia terpaksa karena pihak desa tidak ada yang mau mengantarnya ke sana.
Sekembalinya dari RS Al-Ihsan, hingga kini tidak ada yang menanyakan kondisinya apalagi bantuan berupa makanan atau vitamin.
“Saya kesal dari situ, enggak ada support sama sekali dari desa. Katanya harus jangan panik, tapi kalau kondisi kaya gini gimana gak jadi stress ke kitanya,” ungkapnya.
Pengalaman sama pun dialami oleh keluarga yang salah satu anggotanya positif COVID-19. Ia enggan disebutkan nama maupun alamatnya demi keamanan keluarga. Mereka mengalami pengalaman yang sama seperti Septi.
Mereka baru satu bulan tinggal di salah satu daerah di Kabupaten Bandung. Sejak salah satu keluarga ada yang positif, mereka pun meminta bantuan kepada pengurus daerah setempat. Namun, bantuan tersebut tidak kunjung datang.
Justru bantuan hadir dari domisili lamanya, yakni Kota Bandung.
“RT/RW yang di Kabupaten-nya bilang mau runding dulu, ditunggu sehari belum ada tanggapan dari RT/RW di Kabupaten. Lalu besoknya saya menghubungi pihak RW yang di Kota dan alhamdulilah langsung ditanggapi,” ungkapnya.
Mereka berharap agar penanganan COVID – 19 di Kabupaten Bandung lebih sigap. Mereka meyakini, bukan hanya mereka yang mengalami hal serupa bahkan lebih kritis.
“Saya harap ini jadi perhatian buat masyarakat yang lainnya dan buat pengurus setempatnya juga harus punya perilaku penanganan yang sigap terhadap warganyayang kena COVID,” harapnya melalui pesan singkat. (mil)