oleh

MUI: Sudahi Polemik Jilbab di SMKN 2 Padang

SALISMA.COM (SC) – Majelis Ulama Indonesia [MUI] mendorong dan meminta agar menyudahi polemik jilbab siswi SMKN 2 Padang. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal [Sekjen] MUI Buya Amirsyah Tambunan

“Ada hal yang lebih penting untuk dibahas dan diwujudkan yakni tujuan pendidikan nasional. Isu besar di dunia pendidikan adalah bagaimana membentuk jati diri pelajar sesuai tujuan pendidikan nasional. Yakni menyelenggarakan sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia,” ungkapnya seperti dilansir dari Republika.co.id.

Dia menambahkan, bahwa tujuan itu harus diwujudkan di berbagai sekolah dan lembaga pendidikan lain. Di antaranya pelajar Muslim harus memperkuat jati diri dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Amirsyah menuturkan, terkait aturan mengenakan pakaian Muslim bagi siswi Muslim di suatu daerah, dia mengatakan, pakaian adalah salah satu ciri untuk memperkuat karakter atau jati diri seseorang.

Adab berpakaian itu substansinya membentuk perilaku berakhlak mulia. Soal bagaimana model pakaiannya tergantung ciri khas daerah masing-masing yang harus dihargai dan dihormati.

“Saya harap polemik soal pakaian ini sebaiknya dihentikan, karena ada tugas besar dunia pendidikan yakni membentuk jati diri pelajar dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional,” ujarnya.

Dia juga menanggapi soal pernyataan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan [Mendikbud] Nadiem Makarim, bahwa sekolah tak boleh membuat aturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah.

Amirsyah menyarankan, pemerintah (Kemendikbud), sepanjang ketentuan tersebut tak melenceng dari nilai-nilai keagamaan, moral dan etika, maka sah-sah saja.

Meski demikian, dia menekankan bahwa pemerintah tetap harus menghormati kearifan lokal dan keleluasaan kepada masyarakat di daerah, dalam membuat kebijakan.

“Sehingga kalau sekolah di suatu daerah punya ciri khas tertentu, itu sah-sah saja dan tidak ada masalah. Asal tidak bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, moral, dan etika,” tutur Amirsyah.

Dia mengatakan, ada adat istiadat dan kearifan lokal yang harus dijaga dan dipelihara. Misalnya adat Bali punya ciri khas. Masyarakat Minang juga punya adat dan ciri khas tertentu yang berangkat dari nilai-nilai keagamaan. Untuk itu harus saling menghargai dan menghormati.

Menurutnya, saat ini jangan lagi berpolemik persoalan yang sifatnya simbolis. Sebab ada tanggung jawab bersama untuk memajukan sistem pendidikan nasional dan menghasilkan anak didik yang berkualitas, beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, terampil cerdas, menurut saya itu yang harus dikedepankan.(Hj)