SALISMA.COM – “Nilai tukar uang itu akan terasa jika dibelanjakan hal-hal yang sederhana dulu. Belanja kebutuhan dapur contohnya. Kalau dulu (tahun 80 an), uang Rp 10.000 itu besar, kini rasanya tidak berarti banyak Paling hanya bisa membeli nasi ampere. Untuk satu kali makan. Coba tanyakan ibu-ibu soal itu”, kata Emon Sulaeman, Ketua BEI KP Riau, di sla-sela kegiatannya beberapa waktu lalu.
“Kalau sekarang, untuk belanja pekanan akan menghabiskan uang Rp 300.000,-. Itu baru cukup. Sudah ada sayur mayor, bumbu, dan lauk pauk. Kalau ada keperluan tambahan, akan menambah biaya,”kata Bu Hanida salah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta Pekanbaru yang juga merangkap profesi sebagai IRT satu kali. Lalu, bagaimana melawan inflasi yang tejadi dari waktu ke waktu ini?
“Saham. Masyarakat bisa menabung dengan membeli saham perusahaan Tbk melalui sekuritas-sekuritas terpercaya, yang sudah terdaftar di OJK. Menjadi investor jalan keluarnya, walau untuk jangka panjang. Namun, bisa membantu kebutuhan masyarakat atau investor, dalam menyiasati peningkatan inflasi itu”, kata Emon melangkapi,
Ada hal yang menarik, Emon mencatat terjadi peningkatan transaksi investor di Riau dari Rp 6 triliun menjadi Rp17,9 triliun.
“Sejak Januari hingga November 2020, peningkatannya hampir 300 persen,” akunya dalam media gathering virtual Jumat, 11 Desember 2020 lalu. Kata dia, lonjakan transaksi investor malah meningkat di masa pandemic. Berarti, pandemic tidak menjadi momok bagi masyarakat?
“Pandemic bukan alasan investor tidak menggunakan fasilitas daring bertransksi saham dan instrument lainnya. Khususnya bagi kaum milenial”, aku Emon.
“Pandemic malah cenderung positif pada investor di industri pasar modal Riau. Terbukti Riau di posisi 10 terbesar dalam Single Investor Identification (SID).,” pungkasnya.*** (grafis diolah dari bahan media gathering BEI KP Riau)