oleh

Indonesia Deklarasikan Dua Cagar Biosfer Baru

JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendeklarasikan dua Cagar Biosfer baru dengan total luas 2.916.116 Ha, yakni Cagar Biosfer Togean Tojo Una-una, di Kabupaten Tojo Una Una, Provinsi Sulawesi Tengah, dan Samota di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Cagar Biosfer Togean Tojo Una-una memiliki luas 2.187.632 Ha, merupakan bagian dari Coral Triangle Area, terdiri dari wilayah perairan seluas 1.053.630 Ha dan daratan seluas 484.402 Ha. Cagar Biosfer ini merupakan keterwakilan ekosistem dan melindungi ekosistem pantai, padang lamun, dan terumbu karang terpenting di wilayah World Coral Triangle, terutama di Teluk Tomini.

Sedangkan Cagar Biosfer Samota luasnya adalah 728.484,44 Ha, merupakan keterwakilan dan perlindungan untuk berbagai tipe ekosistem di wilayah Lesser Sunda, seperti flora dan fauna di hutan pegunungan di Gunung Api Tambora, Pulau Moyo, dan kekayaan satwa perairan di Selat Saleh, antara lain dengan keberadaan hiu paus.

Sebelumnya, Indonesia telah menetapkan 14 Cagar Biosfer dengan total luas 25.015.686 ha, termasuk Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu, Riau yang ditetapkan pada tahun 2009.

Semua Cagar Biosfer tersebut mewakili hampir seluruh tipe ekosistem dan fenomena geologi di Indonesia, seperti hutan tropis di berbagai ketinggian, pegunungan api aktif, karst, ekosistem pantai, padang lamun, terumbu karang, sampai ke laut dalam, serta nilai peninggalan sejarah arkeologi dan fenomena geologi dan kegunungapian, yang dihuni oleh masyarakat dengan ragam budayanya.

“Oleh karena itu, cagar-cagar biosfer di seluruh Indonesia menyandang nilai-nilai sangat penting dan bersifat lokal sekaligus global,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya.

Berbagai inisiatif pengelolaan kawasan konservasi yang sesuai dengan konsep pengelolaan suatu Cagar Biosfer, seperti bagaimana pengelolaan Core Zone, dapat memberikan akses kepada masyarakat di sekitarnya, dan sebaliknya.

Selain itu, pengelolaan Buffer Zone, dimana masyarakat desa-desa dengan jutaan jiwa tergantung dan menggantungkan hidupnya dari kesehatan kondisi hutan/perairan yang menjadi Core zonenya, dapat aktif terlibat dalam penyelematan Core Zone tersebut.

“Sedangkan pembangunan di Transition Zone, selalu memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian dan menjamin minimalnya dampaknya pada BZ dan CZ, termasuk riset-riset di semua zona tersebut yang dapat mendukung penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan,” kata Menteri Siti.***/zie/ril