SALISMA.COM (SC) – Sebanyak 55 Siswa SMP 18 Pekanbaru bikin heboh dengan aksi sayat tangan. Disinyalir aksi mereka karena mengkonsumsi minuman kemasan merk Torpedo.
Masalah ini kemudian ditindaklanjuti oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Pekanbaru.
Namun, menurut Kepala Sekolah SMP 18 Pekanbaru, Lily Deswita, M. Pd mengatakan hal lain. Anak didiknya menjadi korban challenge dengan menyayat tangan mereka sendiri.
Klarifikasi ini disampaikan langsung oleh Lily kepada wartawan, Selasa (2/10/2018) saat ditemui di sekolah tersebut. “Tidak ada hubungannya dengan Torpedo, hanya kebetulan anak yang dites cuma satu orang itu dia minum Torpedo,” jelasnya ketika di temui di Ruang Kepala Sekolah.
Dia menceritakan kronologi awalnya ketika seorang guru Mapel PKN bermama Fauziah, yang juga sebagai wali kelas IX melakukan razia handphone kepada murid di salah satu kelas, sekitar tanggal 7 September 2018 lalu.
“Ketika melakukan razia, guru melihat ada bekas sayatan di pergelangan tangan. Karena cemas makanya kami mengambil tindakan untuk melakukan razia,” katanya.
Saat razia dilakukan, hanya seorang siswa dites urine. Siswa tersebut memang dikenal bandel dan dikhawatirkan dia mempengaruhi teman-temannya melakukan aksi sayat tangan tersebut.
Pada saat razia, siswa tersebut yang minum minuman merk Torpedo, dan ditemui zat benzo.
Kepada petugas dia menyebut kalau dirinya sering minum Torpedo, sehingga dianggap semua siswa yang melakukan aksi sayat tangan akibat minum Torpedo.
Dari keterangan Lily juga diketahui, pada saat razia handphone ada banyak video challenge sayat tangan disimpan di smartphone milik siswa tersebut. Mereka memperoleh video tersebut melalui pesan WhatApp secara berantai.
Kemudian Salisma.com menemui seorang siswa di sekolah itu dengan inisal N (13) dan L (14). Mereka ikut dalam aksi sayat tangan. Diantara mereka mengatakan kalau tindakan sayat tangan dilakukan di rumah ketika pulang sekolah. Dan mereka mengakui aksi itu karena menyontoh aksi dalam video challenge yang mereka tonton. “Cuma ikut challange aja, karena lihat video challange yang perankan orang luar negeri kak,” jelasnya di Ruang Kepala Sekolah.
Berbeda halnya dengan NA (14) ia mengaku hanya ikut challange sebagai bentuk pelampiasan pribadi sebab masalah pribadi. “Ada rasa puas aja waktu sayat tangan,” ungkapnya.
Challange ini diikuti oleh kelas VII, VIII, dan IX. Setelah kejadian tersebut, siswa ini menyesal dan tidak mengulanginya. “Gak buat challange lagi kak, gak tau bakal kek gini akhirnya,” ungkap mereka. (Smg1/syh)