PEKANBARU – Teknis merevisi Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang pajak pertalite masih menjadi perdebatan di kalangan DPRD Riau.
Sejumlah pihak dikabarkan menginginkan dibentuk panitia khusus (pansus). Sementara sebagian lagi berpandangan tidak perlu pansus. Namun cukup dilakukan perubahan redaksional saja.
Menurut Wakil Ketua DPRD Riau, Noviwaldy Jusman, untuk merevisi perda yang salah satunya membahas besaran pajak pertalite itu bisa dilakukan dengan dua pola. Yakni mengubah redaksional secara langsung. Cara ini membutuhkan waktu yang relatif cepat, yakni dua minggu. Anggaran yang dibutuhkan pun lebih kecil.
Sedangkan pola kedua adalah dengan membentuk pansus, dengan waktu yang lebih lama, yakni 2,5 bulan. Karena pansus akan melakukan kajian, dan anggaran yang digunakan akan mencapai ratusan juta rupiah.
“Memang ada pihak yang ingin agar tetap dibentuk pansus. Tapi menurut saya, sebaiknya ubah langsung redaksionalnya saja, karena akan banyak mengeluarkan biaya, selain itu, waktunya juga akan lama,” ujar Noviwaldy, Senin (5/2).
Namun demikian, dikatakan Dedet, apa yang diharapkannya tidak bisa dipertahankan nantinya jika dominan suara anggota DPRD Riau lebih memilih dibentuk pansus.
“Kalau dibentuk Pansus kata kawan-kawan, dan suara itu lebih dominan, maka akan tetap dibentuk Pansus. Tapi saya mengharapkan agar ini bisa diubah langsung saja,” ujarnya.
Dengan direvisinya perda tersebut, diharapkan masyarakat akan lebih banyak membeli pertalite, karena premium semakin langka. Nantinya pendapatan dari pajak pertalite tersebut akan digunakan sebagai pembiayaan APBD kabupaten/kota.
“Pajak pertalite tersebut bukan untuk provinsi semua. Lebih kepada pembiayaan APBD kabupaten/kota, provinsi hanya mendapat sedikit, karena asalnya dari daerah dan akan dikembalikan ke daerah,” tuturnya. (*)