oleh

Hukuman Mati Merusak Hubungan Indonesia-Perancis

Presiden Perancis Francois Hollande, Rabu (22/4/2015), mendesak Pemerintah Indonesia agar tidak mengeksekusi warganya, Serge Atlaoui (51), karena akan merusak hubungan kedua negara.

“Mengeksekusi Serge Atlaoui akan berpengaruh buruk bagi Indonesia, merusak hubungan baik yang ingin kita bina,” kata Hollande dalam sebuah jumpa pers.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius, Rabu (22/4/2015), memanggil Duta Besar Indonesia di Paris, Hotmangaradja MP Pandjaitan, untuk membicarakan rencana eksekusi hukuman mati terhadap salah seorang warga Perancis.

Pemanggilan Dubes Indonesia ini hanya berselang satu hari setelah Mahkamah Agung Indonesia menolak permohonan terpidana mati Sergei Atlaoui (51).

Menurut Fabius, Perancis menolak tegas penerapan hukuman mati di seluruh dunia, apa pun alasannya. Namun, di sisi lain, Menlu Perancis menyatakan menghormati kedaulatan Indonesia.

Dia menambahkan, hukuman mati Sergei Atlaoui telah dibicarakan pada pertemuan internal otoritas Perancis, termasuk di tingkat tertinggi.

Pemerintah Perancis juga menyatakan dukungan atas peninjauan kembali (PK) yang diajukan Atlaoui ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dan meminta proses tersebut berjalan adil sesuai dengan Konvensi Internasional Hak Asasi Manusia.

Selain itu, Pemerintah Perancis mengatakan akan terus mengawal kondisi Serge Atlaoui.

Serge Atlaoui divonis mati pada 2007 oleh Mahkamah Agung atas kasus narkoba setelah terbukti terlibat dalam pengoperasian pabrik ekstasi terbesar di Asia yang berlokasi di Cikande, Kabupaten Serang, Banten, sebagai salah seorang peracik obat adiktif tersebut.

Hukuman mati di tingkat kasasi tersebut lebih berat daripada vonis Pengadilan Negeri Tangerang tahun 2006 dan Pengadilan Tinggi Banten tahun 2007, yang menyatakan Atloui harus menjalani hukuman penjara seumur hidup.

Namanya masuk daftar narapidana yang akan dieksekusi mati tahap kedua oleh Kejaksaan Agung RI bersama 10 orang lainnya. Tahap pertama telah dilakukan terhadap enam terpidana narkoba pada 18 Januari 2015.

Sementara itu, grasi Atlaoui telah ditolak Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 35/G Tahun 2014.