Salisma.com-Setelah berwudu, Murni dikejutkan suara gemuruh berderak di langit-langit rumahnya. Piring-piring berjatuhan. Warga Gandapura, Bireun Aceh itu langsung waspada.
Pria 24 tahun itu pun menunda salat subuh, setelah 10 detik termanggu. Murni menyadari adanya gempa. Wilayah yang ia tinggali merupakan perbatasan antara Bireun dengan Aceh Utara, lokasi yang tak jauh dari pusat gempa Aceh, Pidie Jaya.
“Saya langsung bangunin kakak dan bayinya, bangunin adek-adek, kami menunggu sesaat, setelah anggota keluarga lengkap, kami berlarian keluar,” kata Murni kepada seputar awak media Rabu (7/12/2016).
Murni melihat di jalan depan rumahnya sudah banyak berkumpul warga lainnya. Mereka juga merasakan gempa yang sama. Sebagain warga berlarian menuju daerah yang lebih tinggi khawatir terjadi tsunami.
“Kami masih trauma (tsunami),” ucap Pria bernama lengkap Murni M Nasir itu.
Masih terekam jelas dalam benak Murni, bagaimana gelombang tsunami meratakan Aceh Utara, daerah tetangganya.
“Tak ada imbauan, tapi warga sudah ada yang menyelamatkan dirinya,” kata Murni.
Selain menyelamatkan diri ke daerah yang lebih tinggi, sebagain masyarakat memilih pergi ke musala, meneusah (pesantren) dan masjid sebagai tempat berlindung. Dalam keadaan bingung, warga Gandapura tak saling bercakap. Mereka menunggu anggota keluarganya dan menunggu informasi lanjutan.
“Ada yang bilang air udah naik lagi, ini yang buat kami trauma,” ujar Murni.
Namun, isu adanya tsunami terbantahkan. Kecanggihan teknologi komunikasi membuat Murni langsung menghubungi saudaranya di Aceh Utara. Sebab, wilayah Aceh Utara adalah benteng bagi wilayah Gandapura jika tsunami menghantam.
“Itu cuma isu, di Aceh Utara enggak ada imbauan dan pemberitahuan soal air naik,” tegas Murni.sumber.liputan.com