Salisma.com-Rakyat Papua memiliki simbol yang dibanggakan. Dengan aksen tujuh garis warna biru, enam garis warna putih horizontal, dan di sebelah kiri bergaris vertikal lebar berwarna merah, dan di tengannya terdapat bintang berwarna putih. Inilah Bintang Kejora atau “The Morning Star”.
Bintang Kejora tidak muncul tiba-tiba. Ia punya sejarah panjang dalam kesadaran rakyat Papua yang bermulti-multi suku dan ragam bahasa ini.
Bila merujuk pada film dokumenter berjudul The Land of the Morning Star karya Mark Worth yang disusun bersama pakar-pakar sejarah Papua, digambarkan seorang perempuan Papua sedang menjahit bendera yang mirip dengan bendera Belanda yang sudutnya ditempeli sebuah bintang. Kala itu tanah Papua menjadi saksi medan pertempuran Perang Pasifik yang melibatkan pihak Amerika dan Sekutu melawan Jepang.
Arnaldho Guntur Fonatoba, pemuda Universitas Cenderawasih yang aktif di Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (Sonamappa), menuturkan bahwa sebenarnya penyebutan yang pas untuk Bintang Kejora adalah Bintang Fajar atau Bintang Pagi. Ini punya makna filosofis sendiri seperti yang dijelaskan Clemens Runaweri dalam film The Land of the Morning Star.
“Bintang Pagi adalah bintang yang muncul di langit pada subuh sebelum matahari terbit. Bintang Pagi ini dijadikan para nelayan sebagai penuntun. Sebagai penunjuk arah ketika mereka di tengah lautan tanpa kompas navigasi. Bintang Fajar adalah harapan bagi nelayan yang sedang menanti datangnya pagi,” ungkap Clemens, seorang mantan politisi Papua Barat tersebut.
Masyarakat Papua di Teluk Humboldt Holandia, yang sekarang merujuk pada Jayapura, juga sudah mengibarkan bendera Bintang Fajar untuk menunjukkan eksistensi sebagai sebuah bangsa yang berdaulat sekitar 1944 hingga 1945. Hal ini terjadi ketika Amerika Serikat meninggalkan Papua usai Perang Pasifik sambil membawa tawanan Jepang dan kembali ke wilayah tersebut untuk digantikan Belanda.
Perjalanan bendera Bintang Fajar juga digunakan selama masa status Papua masih dipegang Belanda dan bernama Nugini Belanda selama 1949 sampai 1962. Baru setelah Belanda hendak menyerahkan kemerdekaan kepada Papua, babak baru dimulai.
Dalam buku berjudul The Morning Star in Papua Barat karya Nonie Sharp, Bintang Fajar pada bendera Papua Barat adalah simbol gerakan Koreri, sebuah gerakan adat dan kultural dari sebuah suku. Tahun 1961, ketika perwakilan dari seluruh wilayah Papua Barat datang bersama-sama untuk memilih simbol identitas nasional, telah disepakati bahwa Bintang Fajar harus menjadi lambang bagi Papua Barat.
Desain dari bendera Bintang Fajar disempurnakan lagi oleh Markus Wonggor Kaisiepo menjadi seperti yang bisa dilihat sekarang. Secara politik, pengibaran Bintang Fajar 1 Desember 1961 juga sebagai .