SALISMA.COM (SC), JAKARTA – Jelang peringatan Hari AIDS Sedunia esok (1/12), pemimpin umat Katolik, Paus Fransiskus, menyerukan kepada setiap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dalam kondisi ekonomi apa pun untuk mengakses perawatan medis di wilayah masing-masing.
Melansir AFP, pesan tersebut disampaikan Paus jelang Hari AIDS Sedunia di Argentina. Ia mengatakan, jutaan orang hidup dengan penyakit tersebut dan hanya setengah dari mereka yang mengakses perawatan medis.
“Saya meminta umat berdoa untuk mereka dan mereka yang terkasih dan mendorong solidaritas sehingga yang termiskin mendapat manfaat dari diagnosis dan pengobatan yang memadai,” kata Paus.
“Dan akhirnya, saya memanggil semua orang untuk mengadopsi perilaku bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit ini,” lanjut Paus.
Komentar Paus diartikan banyak pihak sebagai sinyal baru pelonggaran Gereja Katolik terhadap penggunaan kondom sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS.
Sebelumnya, Paus Benediktus XVI mengatakan, pada 2010, bahwa alat kontrasepsi dapat diterima bila bertujuan tunggal untuk mengurangi infeksi HIV dan terjangkit AIDS.
Namun petuah Paus Fransiskus juga diartikan banyak pihak lain sebagai peringatan kepada para ODHA agar menahan diri dari berhubungan seks.
Paus Fransiskus sebelumnya mengatakan bahwa masalah kontrasepsi sempat menimbulkan pertanyaan membingungkan terkait pengajaran di gereja selama ini.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa penggunaan kontrasepsi mengganggu penciptaan kehidupan dan karenanya harus dilarang.
Paus Benediktus mengakui bahwa kondisi seperti ini menimbulkan posisi dilematis bila kontrasepsi digunakan dengan tujuan untuk menghindari risiko kematian.
Uji Mandiri
Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyatakan hampir setengah orang dengan HIV di dunia tidak mengetahui status infeksi mereka, dan menyerukan perluasan akses hingga tes mandiri di rumah.
Badan PBB tersebut mengatakan, sebesar 40 persen dari sekitar 14 juta dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh dunia tidak menyadari status infeksi mereka. Hal ini berdasarkan estimasi pada 2015.
Terhambatnya pemeriksaan secara kontinu juga dianggap masih menjadi halangan utama melaksanakan seluruh rekomendasi WHO, yaitu semua orang dengan HIV mesti mendapatkan terapi anti-retroviral (ART).
Saat ini, lebih dari 80 persen orang yang terdiagnosa dengan HIV telah mendapatkan ART. Namun jumlah ini masih kurang dari separuh 36,7 juta orang yang diyakini hidup dengan virus tersebut.
“Dunia masih memiliki kesenjangan perlakuan yang besar,” kata Gottfried Hirnschall, kepala departemen HIV WHO, pada Selasa (29/11) di Jenewa, seperti dilansir AFP.
“Sebenarnya,” ia menambahkan, “banyak orang terlambat mendapat perawatan karena mereka tidak menyadari mereka HIV positif.”
(CNN INDONESIA.com)